Kemarin kita merayakan hari pendidikan nasional dan hari ini saya melihat di facebook bahwa sungai lalotang banjir lagi.
Sungai ini terdapat di desa Bana, sebuah desa di Kabupaten Bone yang berbatasan dengan Kabupaten Sinjai, yakni kecamatan Bulupoddo. dan Sinjai Barat. Di sungai ini terdapat dua jembatan, satu jembatan gantung, yang bisa kita lihat di postingan ini, satu lagi jembatan beton yang sangat rendah, ia hanya bisa digunakan dalam kondisi tidak banjir.
Jembatn beton itulah yang selama ini digunakan dalam kondisi normal. Pejalan kaki, motor, dan mobil lewat situ semua. Dalam masa-masa tertentu kadang kita lupa bahwa ada jembatan gantung di situ. Nanti saat banjir, barulah kita mulai mengingatnya lagi.
Kalau tidak salah, jembatan gantung ini dulunya dibangun menggunakan dana PNPM Mandiri, dengan biaya 250 juta. Lantai jembatan sudah berkali-kali diganti, tapi pembangunan awalnya mengogunakan geladak bambu yang sepertinya dibuat. sendiri oleh warga dengan cara bergotong royong.
Di seberang jembatan itu, di mana kamera hp diarahkan, terdapat satu RT dengan puluhan rumah tangga. Puluhan anak sekolah juga. Untuk bisa mengakses pasar dan sekolah, pada saat banjir, jembatan gantung yang porak-poranda itu merupakan jalan mereka satu-satunya.
Gambar ini saya. ambil dari postingan Bapak Iyan, Ruskin Ukin, ia menulis di caption, “biar bagaimanapun saya harus menyeberangi jembatan ini.” Selain memiliki beberapa ekor sapi di seberang sana, ia juga harus. menyadap aren yang menjadi sumber penghasilan hariannya. Orang-orang lain juga begitu, mereka harus menyeberangi jembatan itu dengan alasan yang sama seperti Bapak Iyan tadi. Namun, untuk menghibur diri, kita bisa mengatakan, mereka sudah dewasa, sudah terbiasa memanjat, terbiasa dengan jalanan terjal dan sulit, sepertinya tidak akan terlalu kesulitan menyeberangi jembatan itu.
Tetapi bagaimana dengan anak sekolah yang masih kecil-kecil. Mereka itu ada yang SMP, SD, dan ada juga yang masih TK. Kita bisa bayangkan bagaimana bocil-bocil itu melangkah dengan kaki gemetar di atas sebatang kayu yang sangat licin itu. Dan ketika melihat ke bawah, dilihatnya arus sungai yang sangat deras. Mau pulang ke rumah tanggung, mereka sudah berjalah sangat jauh. Dan, untuk melanjutkan. perjalanan, tantangannya sangat berat.
Tema hardiknas tahun ini kedengarannya indah sekali: Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar. Merdeka Belajar itu sendiri sangat muluk-muluk bila kita melihat kesenjangan antara sekolah di kota dan di desa. Apalagi sekolah-sekolah di desa terpencil yang masih terisolasi, seperti di desa Bana itu.
Di desa Bana, anak sekolah sepertinya masih sulit membayangkan revolusi 4.0, jangankan itu, untuk sampai di sekolah saja mereka harus berlumpur-lumpur, bahkan harus bertaruh nyawa.